BAB I
PENDAHULUAN
Bahasa adalah kunci pokok bagi kehidupan manusia di atas dunia ini, karena dengan bahasa orang bisa berinteraksi dengan sesamanya dan bahasa merupakan sumber daya bagi kehidupan bermasyarakat.
Adapun bahasa dapat digunakan apabila saling memahami atau saling mengerti erat hubungannya dengan penggunaan sumber daya bahasa yang kita miliki. Kita dapat memahami maksud dan tujuan orang lain berbahasa/berbicara apabila kita mendengarkan dengan baik apa yang diakatakan. Untuk itu keseragaman berbahasa sangatlah penting, supaya komunikasi berjalan lancar.
Maka daripada itu bangsa Indonesia pada tahun 1945 menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara yang dituangkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, dan sampai sekarang pemakaian bahasa Indonesia makin meluas dan menyangkut berbagai bidang kehidupan.
Kita sebagai generasi muda, marilah kita pelihara bahasa Indonesia ini, memgingat akan arti pentingya bahasa untuk mengarungi kehidupan masa globalisasi, yang menuntuk akan kecerdasan berbahasa, berbicara, keterampilan menggunakan bahasa dan memegang teguh bahasa Indonesia, demi memajukan bangsa ini, supaya bangasa kita tidak dipandang sebelah mata oleh bangsa lain. Maka dari itu disini penulis akan mencoba menguraikan tentang “Berbahasa Yang Baik Dan Benar”
BAB II
PEMBAHASAN
BAGIAN I
1. Tata bunyi (fonologi)
Fonologi pada umumnya dibagi atas dua bagian yang meliputi :
- Fonetik
Pengertian Fonetik adalah ilmu yang menyelidiki dan menganalisa bunyi-bunyi ujaran yang dipakai dalam tutur, serta mempelajari bagaimana menghasilkan bunyi-bunyi tersebut dengan alat ucap manusia
- Fonemik
Adapun Fonemik itu sendiri adalah ilmu yang mempelajari bunyi-ujaran dalam fungsinya sebagai pembeda arti.
2. Tata bahasa (kalimat)
Masalah definisi atau batasan kalimat tidak perlu dipersoalkan karena sudah terlalu banyak definisi kalimat yang telah dibicarakan oleh ahli bahasa. Yang lebih penting untuk diperhatikan ialah apakah kalimat-kalimat yang kita hasilkan dapat memenuhi syarat sebagai kalimat yang benar (gramatikal). Selain itu, apakah kita dapat mengenali kalimat-kalimat gramatikal yang dihasilkan orang lain. Dengan kata lain, kita dituntut untuk memiliki wawasan bahasa Indonesia dengan baik agar kita dapat menghasilkan kalimat-kalimat yang gramatikal dalam komunikasi baik lisan maupun tulis, dan kita dapat mengenali kalimat-kalimat yang dihasilkan orang lain apakah gramatikal atau tidak.
Suatu pernyataan merupakan kalimat jika di dalam pernyataan itu terdapat predikat dan subjek. Jika dituliskan, kalimat diawali dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik, tanda seru, atau tanda tanya. Pernyataan tersebut adalah pengertian kalimat dilihat dari segi kalengkapan gramatikal kalimat ataupun makna untuk kalimat yang dapat mandiri, kalimat yang tidak terikat pada unsure lain dalam pemakaian bahasa. Dalam kenyataan pemakaian bahasa sehari-hari terutama ragam lisan terdapat tuturan yang hanya terdiri dari atas unsur subjek saja, predikat saja, objek saja, atau keterangan saja.
3. Kosa kata
Dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, kita dituntut untuk memilih dan menggunakan kosa kata bahasa yang benar. Kita harus bisa membedakan antara ragam bahasa baku dan ragam bahasa tidak baku, baik tulis maupun lisan.
Ragam bahasa dipengaruhi oleh sikap penutur terhadap kawan bicara (jika lisan) atau sikap penulis terhadap pembaca (jika dituliskan). Sikap itu antara lain resmi, akrab, dingin, dan santai. Perbedaan-perbedaan itu tampak dalam pilihan kata dan penerapan kaidah tata bahasa. Sering pula raga mini disebut gaya. Pada dasarnya setiap penutur bahasa mempunyai kemampuan memakai bermacam ragam bahasa itu. Namun, keterampilan menggunakan bermacam ragam bahasa itu bukan merupakan warisan melainkan diperoleh melalui proses belajar, baik melalui pelatihan maupun pengalaman. Keterbatasan penguasaan ragam/gaya menimbulkan kesan bahwa penutur itu kurang luas pergaulannya.
Jika terdapat jarak antara penutur dengan kawan bicara (jika lisan) atau penulis dengan pembaca (jika ditulis), akan digunakan ragam bahasa resmi atau apa yang dikenal bahasa baku. Makin formal jarak penutur dan kawan bicara, akan makin resmi dan berarti makin tinggi tingkat kebakuan bahasa yang digunakan. Sebaliknya, makin rendah tingkat keformalannya, makin rendah pula tingkat kebakuan bahasa yang digunakan.
4. Ejaan
Dalam bahasa tulis kita menemukan adanya bermacam-macam tanda yang digunakan untuk membedakan arti sekaligus sebagai pelukisan atas bahasa lisan. Segala macam tanda tersebut untuk menggambarkan perhentian antara, perhentian akhir, tekanan, tanda Tanya dan lain-lain. Tanda-tanda tersebut dinamakan tanda baca.
Ejaan suatu bahasa tidak saja berkisar pada persoalan bagaimana melambangkan bunyi-bunyi ujaran serta bagaimana menempatkan tanda-tanda baca dan sebagainya, tetapi juga meliputi hal-hal seperti: bagaimana memotong-motong suku kata, bagaimana menggabungkan kata-kata, baik dengan imbuhan-imbuhan maupun antara kata dengan kata. Pemotongan itu harus berguna terutama bagaimana kita harus memisahkan huruf-huruf itu pada akhir suatu baris, bila baris itu tidak memungkinkan kita menuliskan seluruh kata di sana. Kecuali itu, penggunaan huruf kapital juga merupakan unsur penting yang harus diperhatikan dalam penulisan dengan ejaan yang tepat.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa keseluruhan peraturan bagaimana menggambarkan lambing-lambang bunyi-ujaran dan bagaimana inter-relasi antara lambang-lambang itu (pemisahannya, penggabungannya) dalam suatu bahasa disebut ejaan.
5. Makna
Pemakaian bahasa yang benar bertalian dengan ketepatan menggunakan kata yang sesuai dengan tuntutan makna. Misalnya, dalam bahasa ilmu tidak tepat digunakan kata-kata yang bermakna konotatif (kata kiasan tidak tepat digunakan dalam ragam bahasa ilmu). Jadi, pemakaian bahasa yang benar adalah pemakaian bahasa yang sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa.
Kriteria pemakaian bahasa yang baik adalah ketepatan memilih ragam bahsa yang sesuai dengan kebutuhan komunikasi. Pemilihan ini bertalian dengan topik apa yang dibicarakan, tujuan pembicaraan, orang yang diajak berbicara (kalau lisan) atau orang yang akan membaca (kalau tulis), dan tempat pembicaraan. Selain itu, bahasa yang baik itu bernalar, dalam arti bahwa bahasa yang kita gunakan logis dan sesuai dengan tata nilai masyarakat kita.
BAGIAN II
1. Bahasa Teratur dan Berpikir Teratur
Seseorang akan dianggap berpikir teratur jika dalam kesehariannya ia biasa berbahasa teratur. Hal itu tercermin dari kemampuannya menggunakan bahasa yang baik dan benar.
Beberapa pertanyaan berikut ini dapat membantu kita menilai tertib tidaknya bahasa yang kita gunakan, misalnya, dalam tulisan kita.
Apakah setiap kata yang kita gunakan sudah benar-benar kita pahami maknanya? Apakah kata yang mubazir, yang tidak perlu, tidak kita gunakan?
Apakah hubungan antarkata dalam kalimat dan antarkalimat dalam paragraf tidak menimbulkan tafsiran ganda (ambiguitas)? Apakah hubungan antarkata dalam kalimat dan antarkalimat dalam paragraf mengungkapkan hubungan antargagasan yang konsisten, yang tidak saling bertentangan? Apakah kata sudah kita tulis dengan tepat dan tanda baca kita gunakan dengan tepat pula? Jika kita jawab pertanyaan itu dengan ya, kita telah menggunakan bahasa secara tertib.
Berikut ini contoh paragraf yang telah menggunakan bahasa secara lebih tertib.
Pandangan penduduk asli terhadap pendatang selalu bergantung kepada apa yang menjadi tujuan kedatangan pendatang dan bagaimana kemampuan serta perilaku pendatang itu. Bila pendatang itu datang dengan tujuan baik, orang yang pintar, dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan penduduk asli, dan berkelakuan baik, maka masyarakat penduduk asli akan menghormati dan mau bekerja dengannya.
2. Keracunan Berbahasa
Kesukaran itu antara lain disebabkan oleh pemakaian susunan kalimat yang tidak teratur dan penyampaian pikiran atau gagasan yang tidak teratur pula. Perhatikan kutipan berikut.
Di sekolah putra dan putri bangsa dididik. Mereka agar memiliki pengetahuan dan keterampilan. Mereka agar berbudi luhur. Mereka agar sehat jasmani dan rohaninya.
Kutipan itu menggunakan sebuah kalimat yang dipenggal menjadi empat bagian kalimat. Bagian pertama merupakan sebuah kalimat. Bagian kedua, ketiga, dan keempat masing-masing merupakan suku kalimat, bukan merupakan sebuah kalimat.
3. Kesejajaran Dalam Kalimat
Ketertiban bahasa yang digunakan seseorang, misalnya dalam suatu karangan terlihat dalam kepaduan susunan kalimat yang digunakannya. Unsur-unsur kalimat yang digunakannya saling berhubungan secara padu dan dapat mengungkapkan pikiran atau gagasan yang padu pula. Kepaduan susunan kalimat dapat tercipta apabila kalimat disusun antara lain berdasarkan asas kesejajaran bentuk bahasa.
Kesejajaran dalam kalimat berkaitan dengan kesejajaran beberapa bentuk bahasa yang biasanya dihubungkan dengan kata penghubung seperti dan, atau, bahwa, karena, dan yang dalam sebuah kalimat.
4. Kesalahan ejaan
Ejaan turut menentukan kebakuan dan ketidakbakuan kalimat. Karena ejaannya benar, sebuah kalimat dapat menjadi baku dank arena ejaannya salah, sebuah kalimat dapat menjadi tidak baku. Kesalahan ejaan biasanya terjadi pada: penggunaan tanda koma yang salah, dan kesalahan penulisan sapaan.
5. Kesalahan Struktur Kalimat
Bentuk-bentuk yang strukturnya sudah benar merupakan kalimat baku, sedangkan bentuk-bentuk yang strukturnya masih salah merupakan kalimat tidak baku.
BAGIAN III
Ragam Bahasa
Berdasarkan media yang digunakan untuk menghasilkan bahasa, ragam bahasa dapat dibedakan atas ragam bahasa lisan yaitu bahasa yang dihasilkan dengan menggunakan alat ucap (organ of speec) dengan fonem sebagai unsur dasar, dan ragam bahasa tulis yaitu bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Berdasarkan pokok persoalan yang dibicarakan, ragam bahasa dapat dibedakan atas bidang-bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, misalnya, ragam bahasa ilmu, ragam bahasa hukum, ragam bahasa niaga, dan ragam bahasa sastra.
Dilihat dari segi penuturnya, ragam bahasa dapat dibedakan sebagai berikut:
A. Ragam Daerah/ Dialek
Sebagaimana kita ketahui, bahasa Indonesia tersebar luas keseluruh Nusantara. Luasnya wilayah pemakaian bahasa Indonesia itu menimbulkan perbedaan pemakaian bahasa. Bahasa Indonesia yang dipakai di suatu daerah berbeda dari bahasa Indonesia yang dipakai di daerah lain. Misalnya, bahasa Indonesia yang dipakai oleh orang yang tinggal di Denpasar berbeda dari bahasa Indonesia yang dipakai di Jakarta.
B. Ragam Bahasa Terpelajar
Tingkat pendidikan penutur bahasa Indonesia juga mewarnai pemakaian bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur yang berpendidikan tampak jelas perbedaannya dengan bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur yang tidak berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa asing, misalnya, pidio, pilem, komplek, pajar, dan pitamin.
C. Ragam Bahasa Resmi dan Ragam Bahasa tak Resmi
Ragam bahasa dipengaruhi pula oleh sikap penutur terhadap kawan bicara (jika lisan) atau sikap penulis terhadap pembaca (jika dituliskan). Sikap itu antara lain resmi, akrab, dingin, dan santai. Demikian juga sebaliknya, kedudukan kawan bicara atau pembaca terhadap penutur atau penulis mempengaruhi sikap tersebut. Misalnya, kita dapat mengamati bahasa seorang bawahan atau petugas ketika melapor kepada atasannya atau pimpinannya, atau bahasa perintah atasan kepada bawahan.
Kesalahan Diksi
Kesalahan diksi ini meliputi kesalahan kalimat yang disebabkan oleh kesalahan pemakaian kata. Berikut dikemukakan beberapa diksi yang belum dibicarakan pada bab sebelumnya.
1) Pemakaian Kata Tidak Tepat
Ada beberapa kata yang digunakan secara tidak tepat. Kata dari atau daripada sering digunakan secara tidak tepat, seperti yang terdapat dalam contoh berikut.
Hasil daripada penjualan saham akan digunakan untuk memperluas Bidang Usaha.
Kalimat diatas itu seharusnya tanpa kata daripada karena kata daripada digunakan untuk membandingkan dua hal. Misalnya, tulisan itu lebih baik daripada tulisan saya. Di dalam kalimat berikut juga terdapat pemakaian kata secara tidak benar.
2) Pemakaian Kata Berpasangan
Ada sejumlah kata yang pemakaiannya berpasangan (disebut juga konjungsi korelatifa), seperti, baik … maupun …, bukan … melainkan …, tidak … tetapi …, antara … dan …. Di dalam contoh-contoh berikut dikemukakan pemakaian kata berpasangan secara tidak tepat.
Pemakaian kata berpasangan tidak tepat
Baik pedagang ataupun konsumen masih menunggu kepastian harga sehingga tidak terjadi transaksi jual beli.
Perbaikan
Baik pedagang maupun konsumen masih menunggu kepastian harga sehingga tidak terjadi transaksi jual beli.
3) Pemakaian Dua Kata
Didalam kenyataan terdapat pemakaian dua kata yang makna dan fungsi kurang lebih sama. Kata-kata yang sering dipakai secara serentak itu, bahkan pada posisi yang sama, antara lain ialah adalah merupakan, agar supaya, demi untuk, seperti misalnya, atau daftar nama-nama.
Pemakaian dua kata yang tidak benar.
Peningkatan mutu pemakaian bahasa Indonesia adalah merupakan kewajiban kita semua.
Perbaikan
Peningkatan mutu pemakaian bahasa Indonesia adalah tugas kita bersama.
4) Kesalahan Ejaan
Di dalam kenyataan pemakaian bahasa masih banyak kesalahan bahasa yang disebabkan oleh kesalahan penerapan ejaan, terutama tanda baca. Penyebabnya antara lain, ialah adanya perbedaan konsepsi pengertian tanda baca di dalam ejaan sebelumnya dengan ejaan yang berlaku sekarang. Di dalam ejaan sebelumnya tanda baca diartikan sebagai tanda bagaimana seharusnya membaca tulisan. Misalnya, tanda koma merupakan tempat perhentian ssebentar (jeda) dan tanda tanya menandakan inotasi naik. Hal seperti itu sekarang tidak seluruhnya dapat dipertahankan. Misalnya, antara subjek predikat terdapat jeda dalam membaca, tetapi tidak dipakai tanda koma jika bukan yang mengapit keterangan tambahan atau keterangan aposisi.
Contoh:
Engkau sudah lulus?
Dia tidak ikut ujian?
Bandingkan dengan kalimat tanya yang berikut.
Contoh:
Apakah engkau sudah lulus?
Siapa yang tidak ikut ujian?
Berikut dikemukakan beberapa kesalahan bahasa yang disebabkan oleh kesalahan pemakaian tanda baca, khususnya tanda baca koma.
a. Tanda Koma di antara Subjek dan Predikat
Ada kecenderungan penulis menggunakan tanda koma di antara subjek dan predikat kalimat jika nomina subjek mempunyai keterangan yang panjang. Pemakaian tanda koma itu tidak benar karena subjek tidak dipisahkan oleh tanda koma dari predikat kecuali pasangan tanda koma yang mengapit keterangan tambahan atau aposisi.
Contoh :
Mahasiswa yang akan mengikuti ujian negara, diharap mendaftarkan diri di sekretariat.
Tanah bekas hak guna usaha yang tidak memenuhi persyaratan-persyaratan tersebut, akan ditetapkan kemudian pengaturannya.
b. Tanda Koma di antara Keterangan dan Subjek
Selain subjek, keterangan kalimat yang panjang dan yang menempati posisi awal juga sering dipisahkan oleh tanda koma dari subjek kalimat. Padahal, meskipun panjang, keterangan itu bukan anak kalimat. Oleh karena itu pemakaian tanda koma seperti itu juga tidak benar, seperti terlihat dalam contoh berikut.
Dalam suatu pernyataan singkat di kantornya, pengusaha itu membantah bekerjasama dengan penyelundup.
Untuk keperluan belanja sehari-hari, mereka masih bergantung pada orang tuanya.
BAB III
KESIMPULAN
Dari uraian singkat di atas maka kita bisa menarik kesimpulan/penulis mencoba memberikan kesimpulan berdasarkan data-data dan fakta dilapangan menunjukkan masih banyak orang-orang tidak memahami pemakain bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan kaidah-kaidah yang benar. Jadi dilhat dari fungsinya bahasa merupakan jantung dari kehidupan ini karena tanpa bahasa kita tidak akan bisa berinteraksi sesama yang lain.
Maka dari itu kita sebagai warga negara Indonesia harus bisa menjaga keaslian berbahasa Indonesia yang baik dan benar, karena dipandangnya suatu bangsa itu tidak lepas dari bagaimana kita menggunakan basaha yang dapat dipahami atau mudah dimengerti oleh bangsa lain. Mudah-mudahan urain singkat diatas dapat memberi sumbang sih bagi pembaca, saran dan kritik yang sifatnya membangun selalu penulis harapkan, demi kesempurnaan karya tulis kami ini yang berjudul ”Berbahasa Indonesia Yang Baik Dan Benar”. Dan atas bimbingan dan saran-saran Ibu Guru, saya ucapkan terimakasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar